Jumat, 30 Agustus 2013

Eksotisme Kepulauan Mapia di Gigir Lautan Teduh

Saya yakin tak banyak dari Pembaca yang familiar dengan nama Kepulauan Mapia, Papua. Di atlas standar pun jarang kartografer yang menggambarkannya karena letaknya jauh di sebelah utara “Kepala Burung” Papua. Kepulauan Mapia berbatasan langsung dengan Republik Palau di utara. Dalam gugusan Kepulauan Mapia terdapat Pulau Mapia atau Pegun di selatan Brassi, Fanildo dan Fanildo Kecil di baratnya, serta Pulau Brassi Kecil atau Pulau Batu di sebelah utaranya. Hanya dua pulau saja yang berpenghuni, Brassi dan Pegun. Untuk mencapai Kepulauan Mapia dapat ditempuh dengan kapal perintis KM Yap Wiairon dan KM Papua Lima yang melayari Rute Biak-Mapia dua minggu sekali jika cuaca bagus.

 
Kepulauan Mapia, inilah gugus kepulauan kecil di ujung Indonesia yang berpotensi besar menjadi destinasi para petualang. Perjalanan untuk mencapai kepulauan indah ini memang bisa dikatakan sebagai sebuah petualangan. Alamnya menawarkan tantangan dan keramahan serta keunikan adatnya menyuguhkan ketenangan. Namun, sayang pemerintah daerah Kabupaten Supiori yang menaungi wilayah ini belum menggarap potensi tersebut dengan maksimal. Padahal tidak menutup kemungkinan Kepulauan Mapia bisa dikembangkan menjadi salah satu destinasi wisata unggul di Papua.

Kepulauan Mapia adalah sebuah gugus kepulauan atol yang unik. Jika digambarkan, pulau-pulaunya membentuk semacam dinding yang mengelilingan perairan dalam di tengahnya (laguna). Sebuah alur perairan dalam yang sempit di sebelah barat kepulauan ini seakan menjadi sebuah pintu masuk bagi kapal yang hendak berlabuh di pulau-pulaunya. Keunikan tersebut semakin lengkap dengan suguhan karang-karang cantik di dasar lautnya. Bagi pecinta olah raga diving dan snorkeling Kepulauan Mapia adalah spot yang menawan dan menantan untuk dijelajahi.
Bertandang ke pulau-pulaunya, sebutlah yang berpenghuni yaitu Brassi dan Pegun, akan memberikan Anda pengalaman yang tak terlupakan. Jika perjalanan menuju kepulauan ini bisa disebut sebagai sebuah petualangan, maka bersiaplah untuk petualangan yang lebih menantang lagi. Bayangkan diri Anda sebagai Tom Hanks yang terdampar di pulau antah berantah dalam film Cast Away atau Pi Pateel dalam film Life of Pi.
Pulau Brassi menjadi salah satu spot yang menarik untuk dikunjungi. Luasnya tak seberapa, hanya butuh waktu sekitar 4 jam saja mengitari pesisir pulau ini. Di Brassi terdapat sebuah dermaga yang jauh menjorok ke laut. Berjalan-jalan di sana kala sore memberikan sensasi ketenangan yang tak bisa Anda rasakan di kota. Sejauh mata memandang hanya laut biru. Langitnya yang teduh di kala senja tentu menjadi spot menarik untuk diabadikan dalam foto.



Berkelilinglah Pulau Brassi dan nikmati suguhan pantai-pantai dan laguna yang permai. Jika lelah dalam perjalanan banyak buah kelapa muda segar yang bisa Anda petik. Memanjat langsung pohon kelapa dan meminum segarnya sari kelapa muda tentu akan memberikan pengalaman mengesankan bagi Anda. Di ujung utara Pulau Brassi terdapat sebuah menara suar setinggi 45 meter. Dengan meminta izin kepada petugas para petualang bisa naik ke puncaknya. Dari atas menara suar tersebut dapat terlihat keseluruhan bentang Pulau Brassi yang menyerupai teripang hijau. Pemandangan burung-burung laut yang sedang mencari makan pun dapat Anda nikmati dari atas menara suar tersebut.


Selain alamnya yang rupawan, Brassi juga menawarkan keramahan khas. Penduduk pulau Brassi memang tidak seberapa banyak, hanya sekitar 50 kepala keluarga saja menghuni pulau ini. Uniknya, mereka datang dari etnis-etnis yang cukup beragam, tak hanya orang Papua saja. Beberapa penduduk adalah perantauan dari Tanimbar, Buton, Maluku, dan ada pula yang dari Jawa. Mereka hidup rukun di pulau yang sebagian besar daratannya ditumbuhi kelapa. Sebuah gambaran nyata dari lagu klasik Rayuan Pulau Kelapa gubahan komponis Ismail Marzuki. Jika beruntung Anda dapat menyaksikan tarian khas Mapia yang menjadi keunikan budaya masyarakat Kepulauan Mapia.


 
Tak hanya alam dan kekhasan masyarakatnya yang menjadi daya tarik Kepulauan Mapia, tapi juga renik-renik sejarah yang tersimpan di Pulau Brassi dan Pegun. Pada masa Perang Dunia II Kepulauan Mapia memang menjadi salah satu titik konsentrasi tentara Jepang. Pendudukan tentara Jepang memanfaatkan kelapa yang melimpah di kepulauan ini untuk diambil kopranya. Merekalah yang medatangkan orang-orang Papua daratan ke Mapia yang akhirnya menetap secara turun temurun. Tak hanya orang Papua saja, Pendudukan tentara Jepang juga membawa orang-orang dari Palau. Sebuah kompleks pekuburan kuno orang Palau di tengah hutan Pulau Brassi menjadi bukti persinggungan orang-orang Papua dan Palau di masa lalu. Beberapa penduduk sepuh di Mapia juga akan sangat fasih bercerita tentang sejarah nenek moyang mereka di masa-masa krisis Perang Dunia II.

Semua potensi untuk menjadi sebuah destinasi petualangan dimiliki oleh Kepulauan Mapia. Alamnya, budayanya, masyarakatnya dan juga sejarahnya yang unik tentu menjadi “undangan” yang tak bisa ditolak oleh penggemar petualangan. Tapi sekali lagi, sayang sekali pemerintah belum maksimal menggarap semua potensi tersebut. Belum adanya fasilitas penginapan yang memadai menjadi kendala utama bagi petualang yang tertantang datang ke Kepulauan Mapia.

 
Kepulauan Mapia juga semestinya mendapatkan perhatian khusus mengingat statusnya sebagai salah satu gugus kepulauan terdepan Indonesia. Letaknya yang strategis di beranda Indonesia dan berbatasan dengan negara tetangga sangat rawan menimbulkan sengketa. Tentu kita semua tidak menginginkan lepasnya Pulau Sipadan dan Legitan terulang lagi. Karena itulah, peran nyata pemerintah baik pusat maupun daerah sangat dibutuhkan untuk menjaga salah satu mutiara pariwisata Indonesia ini. Kalau bukan kita sendiri yang menjaganya, siapa lagi?!



Ditulis oleh           : @maspetrik
Dimodifikasi oleh: @Anzuwa06

Semburat Pasir Pink di Ujung Negeri

Jika mendengar pantai pasir pink, mungkin anda langsung teringat dengan Taman Nasional Komodo. Dimana disana terdapat sebuah pantai dengan hamparan pasir pink dan air lautnya yang biru jernih yang berpadu membentuk ukiran alam yang sangat indah. Namun, tahukah anda? Ternyata pantai pasir pink bisa kita temukan tidak hanya di Taman Nasional Komodo. Sebuah penjelajahan sekaligus tugas pengabdian yang akhirnya mengantarkan Kami ke sebuah pulau kecil di ujung negeri ini yang memiliki panorama alam sangat memukau. Pulau ini dinamakan Pulau Brass. Letak Pulau Brass berada di atas kepala burung dalam pulau Irian Jaya besar yang sering anda lihat di dalam peta Indonesia. Pulau ini menjadi garda terluar kedaulatan NKRI karena pulau ini berbatasan langsung dengan Republik Palau. Di pulau inilah terdapat pantai dengan pasir berwarna pink yang tak kalah indahnya dibandingan dengan pantai pasir pink di Taman Nasional Komodo.
 


 Pantai pasir pink atau yang lebih dikenal oleh penduduk Brass sebagai Pantai Timur adalah sebuah pantai dengan panjang sekitar 2km yang berada di sisi timur pulau yang juga menjadi benteng pulau ini karena menghadap langsung dengan lautan di Samudra Pasifik. Pantai ini masih sangat alami. Hanya ada beberapa tempat tinggal ataupun rumah penduduk yang berdiri di sepanjang bibir pantai. Itupun tidak lebih dari 5 buah rumah. Warna pink dari pantai ini berasal dari pecahan dan serpihan karang serta cangkang dari beberapa hewan yang hidup di sekitar pantai. Warna pink akan terlihat jelas jika suasana sedang cerah dan pantai dalam kondisi surut. Pantai ini seolah-olah memiliki dua wilayah yang akan terlihat jelas ketika sedang terjadi peristiwa pasang dan surut.
 

 
Ketika surut, pantai ini seolah-olah memiliki hamparan pasir putih halus yang luasnya menyerupai lapangan sepak bola dan batas pantai menjadi sangat jelas karena hamparan wilayah ini langsung berbatasan dengan tubir dari Samudra Pasifik sehingga ombak langsung datang dari samudra tersebut. Namun ketika peristiwa pasang, hamparan pasir yang luas tersebut akan terisi air setinggi lutut orang dewasa dan bibir pantai semakin mendekati daratan. Ketika cuaca cerah, gradasi warna dari hijau, biru muda, toska ke biru tua akan terlihat jelas karena perbedaan kedalaman antara dua wilayah pasang surut ini. Jika berenang di pantai ini, anda harus waspada dan jangan terlalu mendekati daerah lautan dalam. Hal tersebut dikarenakan arus dan ombak yang cukup kuat di wilayah laut dalam yang merupakan batas antara laut dangkal dengan lautan di Samudra Pasifik. Selain itu, seringkali terlihat gerombolan ikan hiu yang bisa kapan saja berenang mendekati wilayah laut dangkal. Seru sekali bukan kalau anda bisa berenang bersama hiu-hiu kecil disana.
 

 
Di sepanjang pantai ini, anda bisa menemukan beberapa sarang penyu alami yang berfungsi untuk menyimpan dan menetaskan telur penyu. Selain penyu, anda juga bisa menemukan pohon yang menjadi sarang dari bebek laut yang hidup di pulau ini. Pada malam hari, anda bisa menemui ketam kenari di hutan di sekitar pantai ini. Pantai ini bisa dicapai dengan berjalan kaki dari arah dermaga Pulau Brass menembus hutan ke arah timur pulau.
Walaupun potensinya sangat besar, namun masih belum ada yang mengelola pariwisata di pulau ini. Sudah ada rencana penetapan daerah wisata untuk pulau Brass, namun belum ada aksi nyata dari pemerintah setempat mewujudkan wacana tersebut. Keindahan pulau ini hanya bisa dinikmati oleh warga setempat dan seolah-olah seperti mutiara yang tersimpan cantik dalam cangkangnya. Aksesibilitas adalah faktor utama yang menjadi kendala dalam mengembangkan pariwisata pulau ini. Peran warga setempat serta dukungan dari pemerintah sangat dibutuhkan untuk dapat menjalankan sektor pariwisata yang diharapkan akan menjadi pemicu pembangunan di pulau ini.


 
 

 
 
Ditulis oleh          : @dikaardy
Dimodifikasi oleh: @Anzuwa06